Semalam, aku kangenin kamu.
Sudut taman depan rumahku selalu menjadi tempat favorit kita. Kursi kayu yang sudah mulai usang, diterpa hujan dan panas setiap hari. Tepat dibawah pohon palem pakis disebelah lampu taman yang sudah tak bisa menyala lagi. Kalau tidak hujan pasti kita menghabiskan waktu berjam-jam diskusi di kursi itu. Bicara tentang segala hal. Tentang hidup, tentang politik dan ekonomi kesukaanmu yang sering aku tidak mengerti. Tentang mode dan kecantikan, ranah kekuasaanku yang selalu kamu cermati. Tentang kita.... Ditemani keripik singkong kesukaanmu, secangkir kopi dan sesekali coklat. Abang tukang bakso bahkan sudah hapal racikan bakso kesukaanku karena kita hampir selalu memanggilnya kala sore hari saat dia lewat depan rumah.
Pagi ini aku kangenin kamu.
Masih ingatkah kamu? Malam itu kita kehujanan. Bajumu basah kuyup karena kamu biarkan jaketmu menutupi tubuhku. Tapi malah aku yang sakit. Malah aku yang terkena flu berat. Pagi-pagi kamu datang, sambil membawakan aku bubur ayam, padahal aku tahu pasti kamu juga sedang tidak enak badan. Waktu kusantap bubur, ternyata kamu sudah duduk tertidur.
Tiap saat aku kangenin kamu.
Tulisan di buku usang itu tak pernah selesai. Aku hanya mampu menulis sebaris dua baris saja, selebihnya hanya kosong... bahkan hanya coretan tak bermakna. Padahal kamu tahu kan? Aku tak terbiasa menuliskannya. Aku terbiasa mendiskusikannya.. langsung... sama kamu..
Tapi kamu dimana?
Siang itu, dipojok kantin, menikmati ocehanmu yang tak pernah kehabisan ide, ditemani secangkir kopi, untukmu, dan segelas es jeruk, untukku. Lalu kamu berujar pelan.. atau boleh dibilang berbisik. Lagi-lagi kalimat itu. Meski aku suka tapi sulit aku terima. Kita terima, tepatnya. Hmm tapi kita kan sudah berjanji untuk menikmatinya. Ya sudah...
Gerimis dan hampir gelap.
Laju mobil tak pernah terlalu kencang. Karena kita masih ingin bersama. Waktu tak pernah cukup buat kita ya? Kadang aku berkhayal untuk menghentikan waktu saat bersamamu. Biar waktu tak menyudahi kebersamaan kita. Tapi mau bilang apa lagi? Kita hanya bisa tertawa, melupakan detik perpisahan, meski hanya sementara. And the CD player was playing that Pasto's song: "Aku akan pergi 'tuk sementara.. bukan 'tuk meninggalkanmu selamanya.. aku pasti kan kembali pada dirimu.. tapi kau jangan nakal.. aku pasti kembali.." Aku tak pernah nakal...
Gerimis lagi pagi itu. Lebih deras.
Meski hanya satu jam, tapi sangat berarti karena kita masih bisa bertemu, sebelum kamu pergi. Aku menggigil, bukan karena kedinginan, meski dingin sekali pagi itu. Aku merasa masih belum cukup menuntaskan rindu. Kamu begitu juga kan? Stop!! Gak perlu kamu jawab dengan kata-kata. Matamu sudah membisikkannya di telingaku.
"Aku pergi" satu kalimat yang tak ingin aku dengar, tapi memaksa masuk ke telingaku. Meski sementara , but damn! I want you to stay.
Dan sekarang.. saat kau tak disisiku. Sepi disini.
Tidak ada senyum hangat, tidak ada komentar jahil, tidak ada tertawa nakal. Bajuku tak lagi bau asap rokok kamu, tapi aku kangen itu.. Aku hanya ditemani sms-mu. Telepon dari kamu. tapi itu tak cukup.
Aku ingin kamu disini..
Cepat pulang..
Sudut taman depan rumahku selalu menjadi tempat favorit kita. Kursi kayu yang sudah mulai usang, diterpa hujan dan panas setiap hari. Tepat dibawah pohon palem pakis disebelah lampu taman yang sudah tak bisa menyala lagi. Kalau tidak hujan pasti kita menghabiskan waktu berjam-jam diskusi di kursi itu. Bicara tentang segala hal. Tentang hidup, tentang politik dan ekonomi kesukaanmu yang sering aku tidak mengerti. Tentang mode dan kecantikan, ranah kekuasaanku yang selalu kamu cermati. Tentang kita.... Ditemani keripik singkong kesukaanmu, secangkir kopi dan sesekali coklat. Abang tukang bakso bahkan sudah hapal racikan bakso kesukaanku karena kita hampir selalu memanggilnya kala sore hari saat dia lewat depan rumah.
Pagi ini aku kangenin kamu.
Masih ingatkah kamu? Malam itu kita kehujanan. Bajumu basah kuyup karena kamu biarkan jaketmu menutupi tubuhku. Tapi malah aku yang sakit. Malah aku yang terkena flu berat. Pagi-pagi kamu datang, sambil membawakan aku bubur ayam, padahal aku tahu pasti kamu juga sedang tidak enak badan. Waktu kusantap bubur, ternyata kamu sudah duduk tertidur.
Tiap saat aku kangenin kamu.
Tulisan di buku usang itu tak pernah selesai. Aku hanya mampu menulis sebaris dua baris saja, selebihnya hanya kosong... bahkan hanya coretan tak bermakna. Padahal kamu tahu kan? Aku tak terbiasa menuliskannya. Aku terbiasa mendiskusikannya.. langsung... sama kamu..
Tapi kamu dimana?
Siang itu, dipojok kantin, menikmati ocehanmu yang tak pernah kehabisan ide, ditemani secangkir kopi, untukmu, dan segelas es jeruk, untukku. Lalu kamu berujar pelan.. atau boleh dibilang berbisik. Lagi-lagi kalimat itu. Meski aku suka tapi sulit aku terima. Kita terima, tepatnya. Hmm tapi kita kan sudah berjanji untuk menikmatinya. Ya sudah...
Gerimis dan hampir gelap.
Laju mobil tak pernah terlalu kencang. Karena kita masih ingin bersama. Waktu tak pernah cukup buat kita ya? Kadang aku berkhayal untuk menghentikan waktu saat bersamamu. Biar waktu tak menyudahi kebersamaan kita. Tapi mau bilang apa lagi? Kita hanya bisa tertawa, melupakan detik perpisahan, meski hanya sementara. And the CD player was playing that Pasto's song: "Aku akan pergi 'tuk sementara.. bukan 'tuk meninggalkanmu selamanya.. aku pasti kan kembali pada dirimu.. tapi kau jangan nakal.. aku pasti kembali.." Aku tak pernah nakal...
Gerimis lagi pagi itu. Lebih deras.
Meski hanya satu jam, tapi sangat berarti karena kita masih bisa bertemu, sebelum kamu pergi. Aku menggigil, bukan karena kedinginan, meski dingin sekali pagi itu. Aku merasa masih belum cukup menuntaskan rindu. Kamu begitu juga kan? Stop!! Gak perlu kamu jawab dengan kata-kata. Matamu sudah membisikkannya di telingaku.
"Aku pergi" satu kalimat yang tak ingin aku dengar, tapi memaksa masuk ke telingaku. Meski sementara , but damn! I want you to stay.
Dan sekarang.. saat kau tak disisiku. Sepi disini.
Tidak ada senyum hangat, tidak ada komentar jahil, tidak ada tertawa nakal. Bajuku tak lagi bau asap rokok kamu, tapi aku kangen itu.. Aku hanya ditemani sms-mu. Telepon dari kamu. tapi itu tak cukup.
Aku ingin kamu disini..
Cepat pulang..
1 komentar:
Aiiiiihhh..manis sekali, Han..
Pinter juga ya Hanny...
Good job dear .. ^_^
Posting Komentar